Perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini sudah memasuki generasi keempat sejak bisnis perkebunan kelapa sawit dimulai pada tahun 1911 di daerah Sei Liput (Aceh Tamiang) dan daerah Bandar Pulau (kabupaten Asahan). Selama empat generasi tersebut masalah demi masalah semakin banyak terdeteksi dan perlu penanganan yang lebih serius.
Dalam ekosistem lingkungan, semua makhluk hidup termasuk hewan akan berupaya semaksimal mungkin untuk mempertahankan kehidupannya, demikian juga dengan seluruh hewan yang dikategorikan hama pada tanaman perkebunan kelapa sawit, seperti hama oryctes rhinoceros yang lebih dikenal dengan nama kumbang tanduk, yang akan dibicarakan pada tulisan ini.
Konversi Dari Tanaman Karet Dan Kakao
Pengalaman penulis pada perkebunan kelapa sawit di daerah Kisaran, Kabupaten Asahan mendapati serangan kumbang tanduk terjadi, baik pada immature area (tanaman belum menghasilkan) maupun mature area (tanaman menghasilkan), namun serangan di areal TM tidak sebesar di areal TBM. Perkebunan kelapa sawit di Kisaran merupakan areal yang dikonversi dari areal perkebunan karet dan perkebunan kakao. Konversi areal perkebunan karet dan kakao menjadi perkebunan kelapa sawit ini dilakukan dengan tanpa melakukan pengolahan tanah sehingga praktis di semua areal terdapat tunggul eks pohon karet dan pohon kakao.
Saat serangan kumbang tanduk dijumpai dengan kondisi cukup berat (lebih dari 20 % di areal TBM), tempat dari kumbang tanduk tidak dijumpai pada tunggul eks pohon karet dan tunggul eks pohon kakao yang tidak dibongkar, ini menandakan konversi dari tanaman karet dan kakao tidak menunjukkan resiko yang besar bagi serangan kumbang tanduk dalam jangka pendek, walaupun demikian dalam jangka panjang, tunggul yang mengalami dekomposisi bisa menjadi tempat bagi kumbang tanduk.
Replanting
Pada saat dilakukan replanting, juga akan menjadi sumber bagi perkembangbiakan kumbang tanduk, hal ini disebabkan karena batang kelapa sawit yang terdekomposisi akan menjadi tempat yang disenangi oleh kumbang tanduk. Pada Asean Policy ditegaskan bahwa setiap konversi maupun replanting wajib menerapkan zero burning, berarti semua batang kelapa sawit yang ditumbang diharapkan terdekomposisi secara alami, ini membuka peluang bagi perkembangbiakan kumbang tanduk. Untuk memperkecil resiko, sebaiknya segera dilakukan penanaman LCC agar semua batang kelapa sawit cepat terdekomposisi akibat tertutup cover crop.
Under Planting
Replanting dengan sistem under planting (menanam tanaman baru di sela-sela / di tengah gawangan tanaman yang masih menghasilkan) bukanlah merupakan pilihan yang baik, karena ini juga menjadi tempat yang baik bagi perkembangbiakan kumbang tanduk maupun tikus. Sistem under planting gencar dilakukan saat terjadi krisis moneter tahun 1998, dimana beberapa perusahaan perkebunan melakukan cost cutting atau efisiensi dalam program replanting. Dalam kondisi keuangan tidak bermasalah, sebaiknya dihindarkan replanting dengan sistem under planting.
Tumpukan Bahan Organik
Kumbang tanduk dijumpai dalam jumlah yang sangat besar pada tumpukan serbuk gergajian pada saw mill terutama pada serbuk gergajian yang sudah mulai melapuk dan dalam kondisi lembab. Kumbang tanduk juga banyak dijumpai pada batang pohon kelapa yang sudah mulai mengalami pelapukan, oleh sebab itu sangat tidak dianjurkan menggunakan batang pohon kelapa sebagai titi pasar pikul di areal tanaman kelapa sawit.
Kumbang tanduk juga banyak dijumpai di areal eks perumahan karyawan, hal ini disebabkan karena areal eks perumahan karyawan banyak dijumpai rongga dalam tanah yang berisi tumpukan bahan organik berupa sampah-sampah yang sudah mengalami pelapukan.
Efek Pelarangan Penggunaan Incinerator
Di dalam penerapan environmental management system atau yang dikenal dengan ISO 14001, dipersyaratkan setiap usaha yang dilakukan harus menghindari terjadinya
1.Pencemaran air
2.Pencemaran tanah
3.Pencemaran udara
4.Gangguan kesehatan bagi manusia
Hal ini mengakibatkan semua limbah padat maupun limbah cair dari pabrik kelapa sawit semuanya benar-benar harus dapat dikendalikan oleh perusahaan. Dalam penerapan ISO 14001 semua pabrik kelapa sawit tidak diijinkan menggunakan incinerator untuk melakukan pembakaran tandan kosong kelapa sawit (TKS).
Konsekuensinya volume TKS dalam jumlah yang sangat besar (20 % dari berat tandan buah segar) harus dievakuasi setiap harinya dari pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill), ini memerlukan biaya yang cukup besar, baik dalam bentuk transportasi evakuasi TKS maupun tenaga kerja yang dibutuhkan. Contoh kasus, untuk POM berkapasitas 30 ton per jam saja berarti dalam satu hari menghasilkan TKS 120 ton, lantas TKS yang cukup banyak tersebut dievakuasi kemana?
Umumnya pihak perkebunan memanfaatkan TKS sebagai sumber hara dan diaplikasikan ke seluruh areal tanam, permasalahan yang terjadi adalah :
1.Hara pada TKS hanya bisa diharapkan bila TKS langsung diaplikasikan paling lambat 1 hari setelah pengolahan. Namun faktanya banyak perusahaan yang tidak mampu menerapkannya karena faktor tranportasi dan tenaga kerja di atas.
2.Aplikasi TKS yang salah (disusun lebih dari satu lapis TKS), atau bahkan adanya penumpukan TKS di lapangan yang tidak teraplikasi, menjadi sumber masalah baru, yakni menjadi tempat perkembangbiakan kumbang tanduk.
Pohon Kelapa Sawit Mati
Batang tanaman kelapa sawit yang mati terutama karena serangan penyakit, juga akan menjadi tempat perkembangbiakan kumbang tanduk, hal ini terjadi karena pada batang kelapa sawit yang terserang penyakit basal stem rot (busuk pangkal batang), upper stem rot (busuk pangkal pelepah) maupun karena penyakit-penyakit lainnya mengakibatkan terjadinya pembusukan jaringan pada batang kelapa sawit, dan ini umumnya menjadi tempat yang disukai oleh kumbang tanduk.
Pengendalian Kumbang Tanduk
Pengendalian terbaik dari setiap hama kelapa sawit adalah melakukan best management practices, namun karena ada kondisi tertentu menyebabkan perusahaan perkebunan kelapa sawit terpaksa mengabaikan best management practices tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam pengendalian kumbang tanduk adalah :
A. Pada Areal Replanting
1.Melakukan pengolahan tanah untuk memusnahkan/eradikasi sumber populasi kumbang tanduk
2.Semua rumpukan batang kelapa sawit mati diupayakan segera ditutup dengan kacangan penutup tanah secepatnya
3.Monitoring berkala serangan kumbang tanduk pada tanaman muda dengan hand picking (manual)
4.Pengendalian dengan Karbosulfan 0,25 g b.a./pohon/minggu atau 0,5 g b.a./pohon/2 minggu atau pemasangan 1 ferotrap-PPKS/ha, jika serangan >10/hektare.
B. Pada Tanaman Menghasilkan :
1.Penyusunan TKS dengan cara yang tepat (satu lapis TKS)
2.Monitoring populasi larva kumbang tanduk pada mulsa TKS, 1 m x 1m, 1 sampel/ha
3.Jika dijumpai > 5 ekor larva /m2 dilakukan pengendalian dengan jamur Metarhizium anisopliae (20 g/m2) dan atau ferotrap (1 ferotrap/ha).